Mu’allimaat Adakan Seminar Internasional The Role of Women in Education and National Politics
YOGYAKARTA — Inilah rasa gembira bangsa dan penuh harapan dari Pimpinan Pusat Aisyiyah, jika madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat sudah semakin menampakkan kehadirannya dalam menuju abad ke dua ini.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Dra Hj Siti Noordjannah Djohantini, MM, M.Si, dalam seminar internasional bertema “Peran Perempuan dalam Pendidikan dan Politik Kebangsaan” di Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Ahad (25/11/2018).
Seminar menghadirkan Prof Dr Rahmah binti Haji Ahmad Osman dari IIUM (International Islamic University Malaysia), Pengamat Politik LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Prof Dr R Siti Zuhro, dan Ketua PP Aisyiyah Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Dr Masyithoh Chusnan, M.Ag.
Pada kesempatan itu, Siti Noordjannah Djohantini menyampaikan selamat kepada Mu’allimin-Muallimat yang telah berusia 100 tahun.
Selain itu, sampaikan pula bahwa Madrasah Mu’allimin-Mu’allimat menempati posisi yang sangat historis dan menjadi fondasi gerakan Muhammadiyah dan Aisyiyah pada awal berdirinya tahun 1918, tepat 1 tahun setelah berdirinya Aisyiyah pada tahun 1917.
Madrasah ini hadir langsung dari pikiran dan hati kyai serta nyai Ahmad Dahlan. “Oleh karena itu, para siswa-siswi dan alumni harus menyadari bahwa madrasah ini bukan sekadar institusi pendidikan yang biasa, tapi mempunyai sejarah panjang dalam kehidupan sejarah Aisyiyah, baik untuk kepentingan ummat maupun kepentingan bangsa,” kata Noordjannah Djohantini.
Seminar internasional ini, bagi Noordjannah Djohantini, sangat penting. “Sekaligus mereflesikan bagaimana peran yang telah dilakukan dan menjadi fondasi bagi gerakan Muhammadiyah dan Aisyiyah melalui pendidikan Madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah,” kata Noordjannah.
Melalui madrasah ini, sebenarnya kyai dan nyai Dahlan mempunyai harapan besar bagi anak-anak madrasah ini untuk menjadi pemimpin bagi kepentingan ummat dan bangsa.
Sementara itu, Agustyani Ernawati, S.Pd, Direktur Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta, menjelaskan, kegiatan ini merupakan rangkaian semarak Milad 1 Abad Madrasah Mu’allimin-Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta.
“Saat pendidikan perempuan masih sulit, Kyai Ahmad Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan berjuang untuk memberikan pendidikan bagi perempuan,” kata Agustyani Ernawati.
Sebelum Nyai Ahmad Dahlan meninggal dunia beliau menitipkan Muhammadiyah dan Aisyiyah sebagaimana Kyai Dahlan menitipkan kepada warga Muhammadiyah. “Artinya, kita harus meneruskan perjuangan dan mengembangkan Muhammadiyah serta Aisyiyah untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik,” papar Agustyani Ernawati.
Memasuki abad kedua Madrasah Mu’allimin Mu’allimat Muhammadiyah, menurut Agustyani Ernawati, mempunyai banyak tantangan.
Madrasah Mu’allimat sebagai sekolah perempuan mempunyai tanggung jawab besar untuk mencerdaskan perempuan dalam hal keagamaan, intelektual, sosial, budaya, dan politik. Untuk itu, Madrasah Mua’llimat Yogyakarta selalu berusaha yang terbaik bagi persyarikatan. “Juga bagi Indonesia untuk mencerdaskan perempuan-perempuan melalui pendidikan dan banyak kegiatan,” terang Agustyani Ernawati.
Memasuki abad kedua perjalanannya, sekolah puteri Muallimaat bertekad mencetak srikandi bangsa.
Sekolah milik persyarikatan Muhammadiyah ini, senantiasa bertanggungjawab untuk mengasah pemikiran perempuan dan mencerdaskan perempuan melalui pendidikan.
“Kami tidak ingin puteri-puteri dan seluruh lulusan kami menjadi perempuan-perempuan yang berjiwa kerdil. Semuanya harus menjadi srikandi bagi negara ini,” ujar Agustyani Ernawati.
Muallimaat selalu berupaya meluluskan puteri-puteri yang memiliki lima kompetensi utama, meliputi kompetensi dasar keilmuan, kepribadian, kecakapan, sosial kemanusiaan, dan kompetensi gerakan.
“Bukan hanya di kancah nasional, kami mengharapkan anak didik kami nantinya mampu pula berperan di ranah internasional,” tandas Agustyani.
Ketika menguraikan peran perempuan dalam politik kebangsaan, Profesor Riset LIPI, R Siti Zuhro, menjelaskan NKRI dan visi kebangsaan. “Diperlukan ke-Indonesiaan dan kedaerahan yang balance untuk menghadirkan harmoni, sinergi dan kohesi sosial yang memadai,” papar Siti Zuhro.
Bangsa yang besar dan majemuk seperti Indonesia, menurut Siti Zuhro, cenderung rentan perpecahan. “Kemajemukan tak hanya merupakan kekuatan, tapi juga mengandung kelemahan,” kata Siti Zuhro, yang menerangkan kemajemukan meniscayakan adanya landasan bersama dan acuan bersama.
Kehadiran perempuan dalam politik kebangsaan penting, di tengah munculnya arus politik yang hendak merusak persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
“Partisipasi perempuan dalam politik kebangsaan merupakan konsekuensi logis dari hak konstitusional dan demokrasinya sebagai warganegara,” kata Siti Zuhro.
Dalam jumlah populasi yang relatif sama dengan laki-laki, perempuan adalah aset negara yang harus diberi tempat yang sejajar.
Jumlah penduduk Indonesia pads 2018 sebesar 265 juta jiwa terdiri dari 133,17 juta jiwa laki-laki (50,23%) dan 131,88 juta jiwa perempuan (49,77%).
Atas dasar itu, kaum perempuan harus membangun kekuatan politik kebangsaan. “Sebagai ekspresi keberpihakannya pada kepentingan ummat,” kata Siti Zuhro.
Perjuangan perempuan di dunia publik memiliki sejarah panjang. Dan, representasi perempuan Indonesia di parlemen mengalami pasang-surut. Rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen, bisa menjadi indikator rendahnya peran perempuan di partai politik. (Anne Rochmawati)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow